Aku berangkat jam sepuluh pagi ini.
Tidak jalan kaki, ia bukan kesukaanku.
Bukan juga naik becak, jarakku 32kilo.
Hehe, diatas hanya intro.
Keadaan sebenarnya tentang rindu?
Aku berharap melupakannya.
Pura-pura tak merasa, jika bisa.
Tiga puluh lima hari kuhitung.
Rasanya khayal aku melupakannya.
Melupakan hari yang bahkan aku ingat tiap harinya.
Tiap hari, dari pagi hingga malam.
Tiap hari, sehari tapi berhari-hari.
Tanpa henti.
Paragraf selanjutnya mungkin tidak perlu dilanjutkan.
Karena sampai akhir, hanya hitungan hari merindu yang kan kuhitung.
Tiga puluh enam hari
Tiga puluh tujuh hari
Tiga puluh delapan hari
Tiga puluh sembilan hari
Empat puluh hari
Empat puluh satu hari
Empat puluh dua hari
Empat puluh tiga hari
Empat puluh empat hari
Mungkin juga dihari ke-lima puluh?
Juga lima puluh satu?
Dan berakhir dibilangan yang tetap kuhitung.
Karena terkadang,
rindu tak akan habis hanya dengan temu;
Makan di resto ujung jalan,
Atau sekedar minum kopi di kedai berlambang dewi.
Bukan.
Namun terkadang,
Rindu akan habis penasarannya,
dengan kata atau rasa yang sama,
seperti..
"Aku juga rindu".
Laman
Senin, 24 April 2017
Sabtu, 15 April 2017
Orang yang dipenuhi rasa maaf,
Sejatinya akan hidup dalam keikhlasan.
Meski kadang luka sampai bernanah kuning.
Orang dulu bilang, maaf itu soal hati.
Ah, tidak juga.
Otak kok yang atur segalanya.
Tapi kadang hati memang ambil alih sih.
Ia jadi pembisik yang ditakdirkan mengganggu si otak.
Hidup jadi bimbang setelahnya.
Yaaaa..namanya juga manusia.
Sejatinya akan hidup dalam keikhlasan.
Meski kadang luka sampai bernanah kuning.
Orang dulu bilang, maaf itu soal hati.
Ah, tidak juga.
Otak kok yang atur segalanya.
Tapi kadang hati memang ambil alih sih.
Ia jadi pembisik yang ditakdirkan mengganggu si otak.
Hidup jadi bimbang setelahnya.
Yaaaa..namanya juga manusia.
Langganan:
Postingan (Atom)