Laman

Minggu, 30 Oktober 2011

waktu

ini bukan cerita apa lagi
hanya waktu dan senja yang cepat berlalu
buat cerita berganti dengan sendirinya dan detik berganti meninggalkan yang lain
waktu.
ya! persetan dengan waktu dan pengikutnya
andai hujan mampu hapus menit yang takdapat berulang
dan Tuhan mampu rubah waktu datangku
iya, aku datang terlambat seperti dirinya
melupakan yang lalu dan bahagia sebahagia-bahagianya
waktu. iya sayangnya aku teralu cepat datang
menikmati senyummu seawal mungkin
dan kini...... tiada

Kamis, 27 Oktober 2011

Aku-Kamu

Bayangkan sekali sja
Jemariku ada diantara pelu dahimu
Mengusapnya lembut
Tak membiarkannya turun setetes
Lalu berawal dari sana,
Ucaplah lisanmu tak berani jauh dariku
Peluk aku meski jauh sosokku
Lalu rasamu terbang diatas senyumku
Detik itu, Izinkan garis bibirku buatmu jatuh dekapku
Tak lagi beri tawa ke hawa lain
Tak lagi hilang dibalik siulet lain
Hanya aku.
Dan sekarang kamu.
Aku-Kamu.

Jumat, 07 Oktober 2011

ingin merasa sepertimu

Teman, aku lelah terus menerus melemah akibat sikapmu. Kian hari kian candu menatap langkahmu yang menjauh-mendekat-lalu menjauh lagi. Dan sekarang kau berada ribuan mill dari tempat pijakku. Ribuan mill jauhnya jarak yang membatasi hati kita untuk bertemu, menyatu.
Kau tahu aku menggangumimu dan tak pernah sedetikpun jiwaku menjauh sepetak akibat ulahmu yang makin membeku terhadapku? Kau tahu aku bahkan (masih) tetap mendambamu walau kau jauh tidak lebih baik dari sebelum kau? Aku lakukan demi kata tulus yang amat sangat terhadap tangisku yang tumpah setetes karena candamu dengan wanita lagi. Aku belakangan berfikir untuk menjauhimu sejauh yang aku bisa. Kepakkan sayap membentang agar jauh aku terbang. Tinggalkan sosok kamu yang tetap saja tak perduli tersenyum 'menerima' aku. Tapi tetap saja, teman. Tetap saja. Sejauh aku berusaha terbang, sejauh itulah aku makin ingin menjaga sisimu. oh teman, candu macam apa ini? Yang buat aku terpaku lihat senyummu. Yang menganga tiap dengar kau tertawa. Yang hampir jatuh membungkuk saat menatap kau melintas dengan tegapnya. Rasa apa ini? Candu macam apa ini? Bolehkah aku merasakan apa yang kini kau rasakan sebelum engkau merubahnya makin kasar? Seperti..... tak merasa getar amat gemalu dan lelah menanti serangan serdadu hati. oh, aku ingin merasakan sepertimu agar tak hanyut seperti ini

harap itu.....

Hari ini,
entah perasaan apa lagi yang muncul.
Memuncah ke permukaan dan buatku bisu disisi pundakmu.
Aku harap hanya dua detik lalu biasa lagi.
Dan benar. Lalu terulang lagi saat tawamu terdengar.
Rasa seperti degup kencang yang memacu merah dipipiku.
Aku tahu ini apa.

Desir lagi seperti ombak memanah jantungku.
Kenapa saat ini begitu istimewa, Teman?
Saat pandangmu jatuh dipandangku.
Kau bungkam, tanpa senyum segaris malah.
Tapi aku haru. Kagum akan garis matamu.
Aku takut tumbang.
Lalu aku berpegang erat pada tiang-tiang kokohku.
Membisikan gendang sendiri tentang harapan.
Ya! Semua hanya harapan.
Memiikimu bagai menulis dibatu nisan.
Yang menipis akibat deras hujan.
Sebentar lagi binasa. menjadi kerikil kecil yang bersatu tanah merah.

Dan...
Aku tahu!
Harap itu......
Tidak akan pernah terjadi.