Laman

Sabtu, 07 Juli 2012

Rumahku, hatimu.

Aku, masih disini bukan karena aku menunggu aku kaya akan rayuanmu.
Aku disini bukan karena aku menunggu hati yang lebih baik untuk aku singgahi lalu meninggalkanmu.
Aku disini bukan lagi-lagi karena aku menunggu janjimu.
Aku disini karena uluku membiru tiap waktu merindukanmu.
Aku sibuk mencintaimu lebih, lebih, lebih, lebih, dan lebih dari lebih.
Kamu?
Kamu masih disini bukan karena sesuatu di balik lapisan kainku kan?
Kamu disini bukan karena lembut suaraku kan?
Bahkan saat nanti ada yang datang dengan balutan sutera pendek dan rambut coklat digerai, kau tetap pilih aku jadi yang paling indahkan?
Saat nanti atau lain waktu aku tak bisa lagi temani kamu lewati jalanan ini habis hujan, kau tak akan ajak peri lainkan?
Saat nanti, jauh hari cintaku membludag, mengguyur permukaan dan banjiri semesta, kau akan temaniku berendam didalamnyakan?
Rumah ini tetap milikkukan?
Rumah ini tetap punyakukan?
Rumah ini atas namakukan?
Rumahku, hatimu. Sudah aku pesan sejak sore kemarin sampai 1000 tahun lagi.

Minggu, 01 Juli 2012

Lakukan apa saja..

Entah untuk apa lagi aku disini.
Dengan luka bersimbah, bercucuran.
Mengalir ke alas, sampai tanah.
Terimakasih sudah izinkan aku menjagamu.
Entah sebut aku siapa saja yang kau mau sampai pilumu hambar.
Biar aku duka tapi kau suka, kau tertawa.
Tertawa dengan tawa yang ku suka.
Yang aku berdoa agar aku bisa mengawetkannya, mungkin sampai saat kau tak lagi suguhkan pundakmu untuk lelap terindahku.

Yang bangun tepat dan terlambat

Aku tersenyum,
lalu aku lemah setelahnya.
Aku menggapai,
lalu aku jatuh setelahnya.
Aku terbaring. Menatap satu persatu bintang.
Mereka serasa tak pernah akur.
Siapa yang bangun lebih senja, dialah yg paling bersinar. Seperti masa lalu.
Siapa yang datang paling petang, dialah yang paling buram. Sinarnya redup. Tak bersinar seperti masa depan.
Mungkin...itulah hukum alam. Syarat kehidupan. Sebab kelahiran.
Yang paling bersinar tertinggal dibelakang. Datang lebih awal dari realita. Hidupnya kekal karena terkenang. Bentuknya nyata. Baru tertunduk, ada saja godaan untuk menatap lagi. Masa lalu.
Yang redup berada didepan. Bangunnya telat. Hidupnya buram. Bentuknya maya. Tak teraba. Tak terfikirkan. Butuh mendongak beramat-amat sampai bisa menemuinya. Masa depan.
Ya. Kadang masa lalu memang lebih bersinar dari pada masa depan yang masih remang jalannya.