Laman

Kamis, 24 Agustus 2017

02:16

Dia terbangun jam 02:16, pagi hari.
Menulis lagi nama yang sama dilangit-langit kamarnya.
Ia memanggil bintang-bintang untuk membawanya ke gelap malam.
"Aku salah" katanya dengan mata terpejam.
Dan ia tak terlelap lagi sampai pagi, takut terbangun dengan mata yang sayu.

Wanita itu menggelengkan kepalanya,
berkata lirih pada rindu, "Terimakasih..."
Juga akhirnya dia paham, ternyata rindu bisa juga pada seorang yang tak akan pernah ucapkan selamat tinggal.
Akhirnya dia berfikir, mana ada yang berani ketuk si rindu.
Mana pula ada yang mau buka pintu untuk hati, itulah sebab kadang orang memilu disudut kamarnya dengan tisu bertebar; karena hati, tak perlu menunggu di buka pintunya.

Pada hari ketujuh, dia (sebenarnya) melemas sebab takut bermimpi.
Pada hari ke lima puluh tiga, dia (sebenarnya) meragu sebab ternyata hati sudah jatuh terlalu dalam.
Pada hari ke delapan puluh satu, (sebenarnya) semenjak hari itu,
dia menghapus semua pesannya.
Ia tahu, rindu tak akan jadi apa-apa.

"Rindu hanya akan jadi rindu," jawabnya dalam hening.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar